Pendidikan nasional adalah sebuah proses perubahan berbagai kemampuan dan derajat manusia Indonesia ke arah yang lebih baik. Layaknya sebuah proses, pendidikan itu merupakan ilustrasi usaha yang dilakukan secara terus menerus dari masa ke masa.
Kalau kita menengok kembali ke belakang, betapa ternyata proses pendidikan sudah diakui kepentingannya sejak akhir PD II melalui Declaration of Human Right atau Deklarasi Universal HAM. Di sana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia. Artinya, apapun yang menghalangi proses pendidikan itu sehingga tidak bisa terlaksana dengan baik, maka itu artinya melanggar hak asasi manusia.
Perjuangan bangsa Indonesia sendiripun tidak lepas dari kegigihan para kaum terdidik yang mengupayakan adanya kesetaraan dan peningkatan pendidikan rakyat Indonesia dengan kaum Hindia Belanda. Adanya perjuangan ini menandakan sudah adanya penghalangan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk menerima pendidikan. Dan ini juga yang kita sebut melanggar hak asasi manusia. Tentu saja kita tidak akan melupakan jasa Ki Hajar Dewantara.
Di masa setelah puluhan tahun kemerdekaanpun, pendidikan nasional terus menggelindingkan rodanya. Berputar menuju menuju arah yang lebih baik, seharusnya. Namun tidak bisa dipungkiri berputarnya roda ini dengan banyak hambatan dan masalah. Kita harus tetap ingat bahwa pendidikan itu hak asasi. Artinya semua orang berhak mendapatkan pendidikan dengan segala cara. Jika itu menyusahkan, maka berarti kita sedang berjuang mendapatkan hak asasi kita sendiri. Jika itu ternyata mudah, maka seharusnya kita menggunakan hak kita untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Menurut pasal 1 angka 1 UU Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negarag, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Penerapan hak asasi dalam pendidikan juga tidak boleh tersangkut urusan politik, agama, suku, status sosial atau jabatan. Coba kita tengok keberadaan RSBI dengan tarif internasional dan hanya bisa dicicipi oleh orang dengan status sosial tinggi. Bagaimana mungkin RSBI ini bisa melarikan diri dari pelanggaran hak asasi ?
Atau kalau mau secara global melihat otonomi perguruan tinggi yang memaksa kampus menjadi ajang kapitalisme pendidikan, tentu tak dapat dipungkiri bahwa untuk mengenyam pendidikan tinggi ternyata sulit akibat mahalnya. Artinya, siapa pula yang menghambat hak asasi rakyat mengenyam pendidikan ? Mudah-mudahan tidak banyak orang yang menjawab karena kepantasannya memang seperti itu. Yang pantas buat rakyat Indonesia adalah pendidikan terbuka, merata dan cuma-cuma untuk semua orang, dari pendidikan dasar hingga tinggi. Karena kita semua percaya, pendidikan yang baik akan menelurkan generasi yang baik pula.
nice share gan , bagus infonya, thanks
BalasHapussouvenir murah kediri